Saturday 21 November 2015

Tugas 2 KMO (Komunitas Menulis Online)

MIND MAPPING DAN OUTLINE NOVEL MINI



A. Mind Mapping






B. Outline Novel :

Judul : Surya (bukan) Untuk Rembulan
Genre : Teenlit
Sasaran Pembaca : Remaja anak Sekolah Menengah – Mahasiswa
Jumlah Halaman : 200
Waktu Penulisan : 2 bulan (Januari-Februari 2016)


I. Sinopsis

Sinopsis : Kisah percintaan remaja selalu menarik untuk dituliskan, seperti tak pernah habis dikupas.  Ada yang berakhir bahagia seperti kisah dongeng, pun tak jarang menguras air mata. Hal konyol pun kerap terjadi ketika seseorang sedang jatuh cinta. Seperti kata pepatah, perasaan cinta tak pernah berbanding lurus dengan logika.

Kanti, nama lengkapnya Candrakanti. Perempuan 22 tahun ini memiliki kehidupan yang hampir sempurna.  Keluarga , pekerjaan, bahkan kekasih yang siap melamarnya. Semua yang dimiliki Kanti seringkali membuat iri teman-temannya.

Kehidupan Kanti sejauh ini berjalan baik,  hingga suatu  saat ia tanpa sengaja bertemu dengan Thama, teman khayalan dalam masa lalunya. Seseorang yang beberapa tahun silam selalu ada, menemani ketika kesepian. Melindungi saat terancam. Berbagai hal dilewati bersama. Selalu berbagi cerita. Thama menjadi buku diary hidup yang bisa ditulis kapan seja ketika Kanti membutuhkan, begitu juga sebaliknya.  Kegemaran yang sama dalam bidang music membuat mereka berdua memiliki banyak hal untuk dibicarakan.  Makin lama makin dekat, namun tanpa terikat. Tidak ada ungkapan cinta, meski mungkin dalam hati saling merasa. Kanti menemukan kenyamanan ketika ia berbicara dengan Thama. Dan bagi Thama, Kanti adalah satu-satunya wanita yang mampu meluluhkan sifat kerasnya. Begitulah mereka.

Tapi itu dulu. Karena satu hal, Kanti dan Thama tak lagi berkomunikasi. Waktu berlalu, mereka menjalani kehidupan masing-masing. Dan saat Kanti sudah akan memantapkan hati untuk menjalani hubungan yang lebih serius, ia justru kembali dipertemukan dengan Thama. Apa yang akan dilakukan oleh Kanti?  Kembali larut dalam cerita bersama Thama atau menjemput masa depan dengan kekasihnya?

II. Isi Novel :

BAB 1 (Pertemuan)
·         Menceritakan tentang pertemuan antara Kanti, Thama, dan juga Rama yang tanpa disengaja .Kanti dan Thama lebih dulu kenal. Sedangkan Rama hanya mengamati Kanti dari Jauh namun sudah mulai memperhatikan. Rama mencari tahu segala sesuatu tentang Kanti. Di cerita sudah dibahas sekilas tentang kehidupan Kanti baik itu dirumah maupun di kampus.

BAB 2 (Nama yang aneh)
·         Kanti dan Thama saling memperkenalkan diri. Menceritakan hobi dan hal-hal yang sering dilakukan oleh masing-masing. Berdebat tentang apa saja yang bisa diperdebatkan. Merasa saling cocok.  Menceritakan kedekatan antara Kanti dan Thama yang mulai terjalin meskipun hanya sekedar lewat telepon. Sampai akhirnya mereka bertemu. Hubungan mereka tak lebih dari sekedar teman.

BAB 3 (Rumah kaca)
·         Di bab ini digambarkan tentang proses bagaimana Kanti menjadi semakin dekat dengan Thama. Diselingi dengan kehidupan pribadi Kanti. Di sisi lain Rama masih saja terus mencari informasi tentang Kanti.

BAB 4 (Aku dan Kamu)
·          Kanti mulai merasakan kenyamanan berada di sisi Thama. Mereka menjalani hubungan tanpa status. Merasa saling memiliki dan saling member perhatian. Thama pun demikian. Tidak ada orang lain yang lebih mengerti dirinya selain Kanti.

BAB 5 (Jeda)
·           Bab ini menceritakan tentang Kanti dan Thama yang mulai jarang berkomunikasi akibat kesibukan masing-masing.  2 Tahun berlalu, lama-kalamaan mereka benar-benar lepas kontak. Pada saat inilah Rama muncul. Menyatakan perasaannya yang terpendam selama ini.  Dan Kanti yang masih sendiri semenjak berhenti berhubungan dengan Thama bingung bagaimana ia harus bersikap kepada Rama, Kanti tidak ingin mencari pelarian. Ia meminta untuk diberi waktu. Dan mereka pun mulai menjalani hari-hari berdua. Rama adalah orang yang romantis. Ia rela melakukan apapun untuk Kanti. Kanti pun luluh. Rama bahagia karena akhirnya orang yang dicintainya selama ini menerima cintanya.

BAB 6 (Awal bukan akhir)
·         Sekilas kehidupan pribadi muncul ditayangkan. Yaitu saat  Kanti Wisuda . Muncul gambaran tentang kebersamaan Kanti dengan teman-temannya. Acara wisuda Kanti dihadiri oleh keluarga dan tentu saja Rama.

BAB 7  (Dihantui Kenangan)
·         Kenangan Kanti dan Thama diceritakan di bab ini, tentang lagu-lagu dan tempat tempat yang sering dikungjungi. Ini bentuknya berupa mimpi. Apa yang pernah mereka jalani dulu muncul dalam mimpi Kanti.

BAB 8 (Semua Tak Sama)
·         Kanti merasakan hubungannya dengan Rama kian hambar. Meskipun Rama menghujaninya dengan begitu banyak cinta. Thama tak tergantikan.

BAB 9 (Terbaik Untukku)

·       Kanti memutuskan untuk memilih yang terbaik bagi dirinya. Kanti hanya ingin jujur terhadap dirinya sendiri. 

Sunday 15 November 2015

Mengapa Harus Menulis?

Pertama kali dihadapkan pada pertanyaan ini, jujur saya tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Bisa dibilang saya terlambat menyadari ketertarikan saya di bidang tulis-menulis. Memang, sejak duduk di bangku SMP saya sudah sering menulis, puisi, cerpen. Namun hanya sebatas hobi, tidak memandang kegiatan menulis sebagai salah satu daftar impian dan cita-cita saya di masa depan.

Seiring berjalannya waktu, saya menjalani hari-hari dengan berbagai rutinitas yang membuat saya mulai kehilangan waktu untuk mengabadikan setiap moment dalam bentuk tulisan.  Saya tidak lagi memiliki prioritas untuk sekedar menyapa buku harian.

Sampai suatu ketika, saya menemukan catatan lama tentang sebuah peristiwa. Dari situ saya sadar, bahwa ada hal-hal yang tak dapat selalu terekam dalam memori kita. Dan tulisan mampu menyelamatkan itu semua dari terhapusnya kenangan oleh waktu yang terus berjalan.

Dulu saya terbiasa mencatat segala sesuatu yang saya alami, perjalanan kemanapun saya pergi, dan apapun  yang telah saya lewati. Tergadang dengan gambar, semua menjadi lebih mudah untuk disimpan. Rupanya kebiasaan ini telah lama sekali saya lakukan. Dan kali ini saya sadar, saya menemukan kembali diri saya yang hilang.  Saya ingin menulis untuk merekam apa yang tak mampu disimpan oleh ingatan.
Ada begitu banyak hal yang kita dapatkan melalui tulisan,
Melalui tulisan, kita bisa merekam jejak perjalanan untuk dijadikan pelajaran kembali di masa mendatang. Berbagai hikmah bisa kita petik dari kisah-kisah yang telah dilewati.

Melalui tulisan, kita bisa berbagi inspirasi kepada orang lain tentang semangat dan kegigihan dalam bekerja keras untuk dapat meraih kesuksesan.

Melalui tulisan kita bisa menyebarkan informasi dan wawasan tentang bidang ilmu yang kita miliki masing-masing, agar semakin banyak orang yang mengetahui, makin banyak orang tercerahkan pikirannya terhadap suatu hal.

Melalui tulisan kita dapat mengajak lebih banyak orang untuk melakukan kebaikan.

Melalui tulisan kita dapat mengubah masa depan menjadi lebih baik.  

Karena itu, tak sedikit orang yang mencoba mengubah sesuatu melalui tulisan. Kita semua tahu betapa sebuah tulisan dapat begitu berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Tak mengapa, selama perubahan itu positif menuju kearah yang lebih baik.

Yang mengkhawatirkan adalah munculnya tulisan untuk mengajak orang lain kepada sesuatu yang lebih buruk. Misalnya tulisan yang ditujukan kepada remaja-remaja, yang isinya dapat merusak pikiran generasi penerus bangsa ini. Atau tulisan yang berisi adu domba, isu politik yang saling menjatuhkan, tulisan yang penuh fitnah tanpa ada sumber yang jelas, tulisan yang isinya dapat menimbulkan perpecahan antar suku, ras, agama, dan lain sebagainya.

Saya sangat prihatin dengan adanya tulisan semacam ini. Karena tidak dapat dipungkiri, dewasa ini kita dapat dengan mudah menemukannya di berbagai media massa baik cetak maupun elektronik.

Untuk itulah saya berharap, dapat memberikan kontribusi dalam bentuk tulisan yang isinya mencerahkan, meski tidak banyak. Saya ingin menulis untuk berbagi inspirasi dan motivasi di lingkungan sekitar saya yang mana sudah mulai banyak yang putus asa tentang sesuatu yang sesungguhnya dapat kita lakukan untuk perubahan.

Saya ingin membagikan apa yang saya miliki, meski tak selamanya dalam bentuk materi. Ilmu yang saya punya, ide-ide yang dapat kita lakukan bersama untuk membangun dan memajukan kesejahteraan lingkungan di sekitar saya.

Saya ingin menumbuhkan imajinasi anak-anak di sekeliling saya, yang sudah mulai hilang digerus jaman karena mereka saat ini lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain dengan barang elektronik mereka daripada berlarian di halaman atau bermain laying-layang di tanah lapang.

Saya ingin menulis untuk bercerita bahwa kehidupan anak-anak di masa lalu begitu menyenangkan dengan berbagai permainan tradisional yang saat ini sudah tidak pernah lagi terdengar nyanyiannya.

Saya ingin menulis untuk memberitahukan kepada anak-anak yang terpaksa menghadapi perceraian kedua orangtuanya bahwa mereka mampu bangkit dan menghapus pandangan negative masyarakat tentang korban brokenhome yang selama ini melekat. Menggantinya dengan segudang prestasi.

Saya ingin memberitahukan kepada dunia bahwa anak-anak dengan keterbatasan fisik, bukan berarti terbatas impiannya. Mereka mampu melakukan hal yang jauh lebih baik dari apa yang kita lakukan. Mereka hanya butuh kesempatan untuk membuktikan bahwa mereka bisa.

Saya ingin menceritakan betapa nikmat hidup di desa dengan segala pernak-perniknya, tempat-tempat menarik yang harus dikunjungi, kuliner yang wajib untuk didatangi, kearifan budaya lokal yang masih terjaga hingga kini.

Sungguh, baru kali ini rasanya saya mampu menjawab pertanyaan singkat tersebut dengan panjang lebar. Sebelumnya tak pernah terpikirkan sampai sejauh ini. Pertanyaan itu membuat saya mempunyai mimpi, tak hanya jadi penulis, namun lebih dari itu, mampu menjadi inspirasi bagi orang lain. Saya ingin bisa menjadi seseorang yang bermanfaat bagi siapapun yang ada di sekitar saya. Memberikan kebermanfaatan dimanapun saya berada.

Pada intinya adalah, saya ingin menulis untuk membuktikan kepada diri sendiri bahwa saya bisa, mampu untuk menjadi penulis. Karena saya percaya, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Jika kita punya kemauan yang kuat, akan selalu ada jalan.

Kita tidak akan pernah tahu sampai kita mencobanya. Yang perlu kita lakukan adalah membulatkan tekad, tekad, tekad. Menulis bukanlah bakat, namun keterampilan yang dapat dilatih, dan cara melatihnya adalah dengan menulis setiap hari.

Inilah yang perlu saya lakukan sekarang. Saya tidak akan menyerah. Seberat apapun, sesulit apapun, saya akan berusaha mewujudkan mimpi saya.

Ya, saya menulis untuk membuktikan kepada diri sendiri bahwa saya bisa menjadi penulis.



Sunday 1 November 2015

Guntur dan Kampanye Kecilnya


Guntur berlari mengejar bus di depan halte Jaya, sial. Ia tertinggal. Bagaimana tak tertinggal, sopir bus berhenti di tengah ruas jalan, tidak menepi sehingga tak sedikit calon penumpang pupus harapan untuk bisa segera beranjak dari halte.

Tugas yang entah berapa banyak jumlahnya memaksa Guntur begadang setiap malam. Seminggu yang lalu ia masih diselamatkan oleh vespa bututnya meski bangun kesiangan sebelum akhirnya mogok dan hanya bisa parkir di depan kos-kosan sempit yang dihuninya bersama 3 orang lainnya.  

Pagi ini cukup terik. Entah mengapa mentari bersinar lebih ganas dari biasanya. Seolah hari ini segala sesuatu sedang tidak ingin bersahabat dengan Guntur. Jarak kos dengan kampusnya tidak jauh memang, berjalan kaki pun bisa sampai dalam waktu 20 menit. Hanya saja hari ini ia harus pergi ke studio milik temannya untuk mengambil contoh gambar yang akan di presentasikan di depan dosen. “Matilah aku! Apa jadinya kalau Pak Roni sampai kampus lebih dulu?”, katanya dalam hati.
***
“Ini sudah ke-empat kalinya kamu bikin saya menunggu. Niat kuliah nggak sih?”, Pak Roni tampak sangar dengan nada suara tingginya yang khas, berteriak di depan Guntur.

Dari tampilan luarnya, Pak Roni memang terlihat killer, namun sebetulnya beliau adalah salah satu dosen favorit dengan cara mengajar yang unik, yang sangat jeli melihat kemampuan mahasiswanya. Wajar jika banyak mahasiswa hasil didikan beliau mampu meraih prestasi gemilang.

“Maaf, Pak. Emm.. anu , Pak, ada kesalahan teknis, motor saya rusak, terus, tadi mau naik bus dan ngga ada, eh.. ketinggalan Pak. Tapi semua tugas sudah saya selesaikan. Tinggal ambil gambarnya saja, Pak..” sambil tergagap Guntur memelas.

“Kamu ini, mahasiswa komunikasi kok bicaranya mbulet. Sudah, besok siapkan gambarmu. Saya sedang ada project dengan mahasiswa lainnya. Saya tahu kamu sebetulnya punya potensi. Kalau kamu masih mau ikut kelas saya, buktikan!”

“Mmm maksudnya, bagaimana Pak? Saya tidak mengerti.”

“Lihat perempatan jalan depan itu, lihat sepanjang jalan yang kamu lewati setiap hari. Apa yang bisa kamu lihat di situ? Ceritakan pada saya. Saya mau lihat apa yang akan kamu sampaikan. Besok! ”

Pak Roni berlalu begitu saja meninggalkan Guntur yang masih penuh dengan tanda tanya. Sebetulnya apa maksud Pak Roni. Ada apa di jalan? Kendaraan lah, apalagi. Sambil terus menggerutu, Guntur berjalan tanpa arah. Ia sedang payah, butuh sesuatu yang dingin untuk menyegarkan pikirannya. Sepertinya kantin pilihan tepat.

Hari ini cuaca sangat panas, sepanas otak Guntur yang dari pagi serasa direbus berjam-jam memikirkan perkataan Pak Roni. Sesampainya di kos, Guntur merebahkan punggungnya di atas kasur lantai dengan sprei warna biru bergambar bola. Sambil melihat ke atap ia membayangkan apa yang akan ia ceritakan pada Pak Roni esok. Ia jadi penasaran, sebetulnya project apa yang sedang dilakukan oleh Pak Roni.

Tiba-tiba Guntur teringat kejadian pagi tadi saat berusaha mengejar bus di halte. Ia ingat bagaimana sopir bus itu sama sekali tidak berniat menepi, hanya memperlambat laju busnya namun berhenti di tengah jalan. Kendaraan lain tentunya ikut terganggu. Ia jadi kesal dengan sopir bus.

“Hm… apakah semua sopir seperti itu?”, gumamnya. Lebih jauh, pertanyaan pertama yang ia pikirkan berujung pada pertanyaan lain.

“Bagaimana dengan pengendara yang lain, terutama pengguna sepeda motor yang dari dulu terkenal menjadi penyebab utama kecelakaan? Bagaimana sebetulnya kesadaran seseorang saat menggunakan jalan umum bersama?”

Segera Guntur beranjak dari tidurnya, ia menuju pojok kamar dengan tembok bertuliskan free Wi-fi hasil karyanya sendiri. Sudut ini oleh Guntur dianggap sebagai Wi-fi corner tempat ia biasa mengerjakan tugas.
Ia membuka laptopnya dan mulai menulis.

“Kepada, Pak Roni yang terhormat. Saya tidak tahu cerita seperti apa yang Bapak maksud dan saya tidak pandai berkata-kata. Saya hanya ingin menyampaikan apa yang saya lihat, semoga Bapak berkenan. Kemarin saat saya terlambat menyerahkan tugas kepada Bapak, saya baru saja berjuang mengejar bus yang sopirnya sangat tidak sopan. Banyak yang merasa dirugikan karena saat ia tidak menepi namun berhenti, kemacetan terjadi.

Setelah Bapak bertanya kepada saya apa yang dapat saya lihat di jalan, saya jadi berpikir bahwa seringkali saya mengalami kejadian tidak mengenakkan di jalan, akibat dari kecerobohan orang-orang yang tidak taat pada peraturan lalu lintas, terutama pengendara sepeda motor. Tidak hanya kemarin, namun kemarin lusa, satu minggu yang lalu, satu bulan yang lalu, rasanya setiap hari saya bertemu orang-orang aneh ini. Ya, saya menyebut mereka orang aneh karena mereka sebetulnya mengerti tata tertib berlalu lintas, tetapi entah kenapa malas melakukannya.

Pernah, saat lampu merah, saya yang sedang mengendarai vespa berhenti di baris paling depan. Belum sampai satu menit, terdengar suara klakson di belakang saya. Ia membunyikan klaksonnya berkali-kali tanda ingin diberi jalan lewat. Saya menoleh ke belakang. Sebuah motor matic hitam modifikasi. Pengendaranya adalah pemuda berkacamata hitam, terlihat seperti anak-anak orang kaya, namun miskin didikan. Ia tepat di belakang saya. Ia tidak mau menunggu, padahal ini lampu merah, baru lampu merah, belum yang lain. Saya tidak yakin  ia mau antre dalam hal apapun. Ia terus mengklakson saya, dan karena saya merasa benar, jadi saya tidak bergeming. Sepertinya ia kesal pada saya, saya biarkan saja. Yang penting saya taat peraturan. Sampai lampu hijau menyala baru saya melaju.

Kejadian lain pun saya alami masih terkait dengan si lampu merah ini, Pak. Lagi-lagi saat saya berada di barisan depan. Saat itu saya berada di depan pertigaan. Begitu lampu hijau menyala, otomatis saya melaju perlahan. Nah tiba-tiba dari arah kiri saya muncul sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Saya kaget dan masih berhasil ngerem mendadak. Saat arah saya sudah hijau, semestinya lampu dari jalan kiri saya merah dan seharusnya mereka berhenti. Apa susahnya orang-orang ini berhenti saat lampu merah? Saya sampai berkata dalam hati, saking kesalnya saya mbatin, kalian pas lampu merah males ngerem ya, lain kali hati-hati mas, mbak, siapa tahu lain kali saya juga males ngerem. Biar mereka tahu rasa. Tapi untungnya kok itu saya cuma mbatin Pak, coba kalau beneran, nanti saya ngga jadi nyerahin tugas ke Bapak dong. He he he.

Suatu ketika pernah juga saya alami, berpapasan dengan sepeda motor yang ditumpangi oleh 3 orang. 2 diantaranya anak-anak seusia Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 1 lagi seumuran anak Sekolah Menengah Atas (SMA). Seharusnya di sekolah mereka sudah diajarkan tentang tata tertib lalu lintas. Ini mereka ngebut, tanpa helm pula. Melihat usianya, tentunya mereka belum memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) karena masih berada di bawah umur. Ini yang jadi pertanyaan saya Pak, bagaimana bisa orang tua mereka membiarkan anak-anaknya berkendara liar di jalanan yang buas ini. Atau, mereka membawa kendaraan bermotor tanpa sepengetahuan orang tua? Setahu saya, anak-anak di bawah umur kebanyakan saat berkendara tidak memperhatikan keselamatan diri sendiri, apalagi orang lain. Mereka masih suka terbawa emosi, asal bisa melaju kencang sudah bangga. Tanpa sadar bahaya bisa mengancam nyawanya kapan saja.

Dan yang paling aneh lagi Bapak, saya pernah melihat seorang pria paruh baya mengendarai sepeda motornya dengan membawa sebuah gergaji mesin besar yang diletakkan melintang di bagian bawah depan sepeda motornya. Tepatnya diantara kakinya. Saya tidak habis pikir. Apakah ia sama sekali tidak sadar bahwa apa yang dilakukannya bisa saja membahayakan nyawa orang lain? Ketika ia menyalip pengemudi motor lain dan kurang dalam memperkirakan jaraknya, atau mengerem mendadak misalnya, bisa saja bagian mata gergajinya yang tajam melukai orang lain.

Sebetulnya ada banyak sekali Pak, yang saya lihat sepanjang melintasi jalan saat pulang pergi ke kampus. Mulai dari pengemudi motor yang ugal-ugalan, belok tanpa lampu sign, memotong jalan, melawan arus, menyeberang tanpa melihat kanan-kiri, yang semuanya ini dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain. 

Saya hanya berharap setiap orang, pengendara sepeda motor dan pengguna jalan lainnya memiliki kesadaran terhadap betapa pentingnya menjaga keselamatan dalam berkendara. Mungkin saya tidak dapat berbuat banyak, Pak. Namun saya mencoba memulainya dari diri sendiri. Selama ini saya berusaha menaati peraturan lalu lintas, dan selalu mengutamakan keselamatan saat berkendara. Inilah yang dapat saya ceritakan kepada Bapak, tentang apa yang saya lihat di jalanan. Semoga Bapak berkenan.”
          Guntur menutup layar laptop setelah menyimpan tulisannya tersebut. Ia kembali menjatuhkan badannya di atas kasur. Ia memang tidak mengerti apa yang akan di lakukan Pak Roni terhadap hasil tulisannya. Namun setelah menuliskan cerita berdasarkan permintaan dari Pak Roni, Guntur merasa mendapatkan satu pengajaran baru. Pak Roni mengajarkan secara tidak langsung kepadanya tentang pentingnya mengutamakan keselamatan dalam berkendara. Sesuatu yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya selama ini.
            Guntur semakin semangat ingin selalu mengingatkan teman-teman terdekatnya agar memperhatikan tata tertib lalu lintas sehingga mereka pun aman dan nyaman dalam berkendara. Ia sadar, mungkin inilah bentuk kampanye yang dapat dilakukan oleh Guntur. Ia memulai perubahan itu dari tindakan kecil, dari diri sendiri. Mengajak setiap orang di sekitarnya untuk terus mengutamakan keselamatan dalam berkendara. Semakin banyak orang yang sadar untuk berkendara dengan aman dan tertib, maka angka kecelakaan lalu lintas dapat ditekan dan jumlah korban meninggal akibat kecelakaan dapat berkurang.
         Guntur menghela nafas panjang, mungkin ini yang dimaksud Pak Roni, sebagai mahasiswa Komunikasi, kemampuan lain yang perlu dimiliki adalah ia harus dapat mengambil makna yang ada dalam berbagai hal, peristiwa, untuk diambil hikmahnya kemudian menyampaikan isi pesan yang didapat tersebut agar bermanfaat bagi orang lain. Ia memejamkan matanya, menutup lelahnya dengan doa, semoga esok Pak Roni senang membaca tulisannya.

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen "Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan" #SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Honda Motor dan Nulisbuku.com




Monday 31 August 2015

7 perempuan, 7 tahun perjalanan

Seberapa jauh pun kita melangkah, seberapa kuat pun kita mencoba menghindar, kepingan masa lalu akan dapat dengan mudah menarikkmu kembali. Entah itu dengan goresan tulisan, nada-nada yang kau dengar tanpa sengaja, atau potongan gambar yang terlintas di kepala. 

Malam ini, menjadi semacam reuni, antara jiwa-jiwa rapuh dan juga hati. Setelah sekian lama terbang seperti angin yang punya tujuan sendiri untuk berhembus kesana kemari. Malam ini kita dipertemukan kembali. Satu dari kita bercerita tentang perjalanannya dalam berkelana, Antara suka dan duka, aku hanya mampu menahan mataku yang berkaca-kaca. Seketika terlintas masa-masa penuh tawa yang pernah kita lewati bersama. Ada ruang tersisa untuk kita saling bercerita. 

Ada banyak hal yang masih tersimpan di kepala, namun rasanya terlalu sulit untuk dikata. Hanya percaya bahwa kita akan tetap saling menjaga satu sama lain. Jika satu di antara kita lelah, jangan enggan untuk melebarkan sayap dan menebar cahaya agar kita bisa senantiasa bersinar dan berpijar, bersama..


Untuk kalian, sahabat terbaikku.. 

Friday 21 August 2015

Kembali

"Ibu sudah meninggal 2 bulan yg lalu", 

Mulutmu yang terbungkam sejak 1jam kita duduk berhadapan akhirnya membuka suara, dan sontak membuatku terkejut namun tetap dalam diamku. Aku seperti tak mampu bergerak, nafasku sesak mendengar orang yg selama ini sudah kuanggap seperti ibuku sendiri telah berpulang. 

"Sakit?", 
"Iya, penyakitnya sering kambuh akhir-akhir ini. Mungkin memang sudah waktunya Tuhan memanggil. Aku tidak sanggup melihatnya terus menderita, itu lebih baik", 
"Aku...minta maaf Kris.." Kataku dengan suara tercekik. 
"Untuk apa? Kau tidak salah, tidak ada yang perlu dimaafkan"katamu. 

Entahlah aku seperti ingin berubah menjadi batu saja, aku tidak tau apa yang membuat otakku membeku. Perasaan campur aduk antara bahagia kau luangkan waktu sehingga kita bisa bertemu lagi setelah sekian lama,senang kau berbagi cerita tentang kehidupanmu sekarang, impianmu yang sedari dulu kau cita-citakan sudah tergapai, menjadi pilot sebuah maskapai penerbangan ternama, sedih mendengar kabar duka kematian ibumu, dan terlebih, aku sakit mengetahui kau sudah bukan dan tak akan bisa menjadi milikku lagi. 

Aku minta maaf, tentang keacuhanku padamu dulu, tentang bunga mawar yang kau berikan dan kuabaikan. Tentang kepergianku malam itu. Tentang semua yang tak bisa kuungkapkan hanya dalam waktu 1 jam. Tentu aku juga tak bisa dengan mudah menghapus kita dari ingatanku, tentangmu Krisna. Andai aku bisa kembali.. 

Sebatang Pohon Kelengkeng

"Sas, ayo cepat. Kita tidak ada waktu lagi, acaranya akan dimulai jam 9 pagi ini!" 
Saudara perempuanku yang cerewetnya minta ampun berteriak memanggilku. Kami akan pergi menghadiri wisuda Rean, si bungsu. 

"Sashi, kamu kenapa? Ayo!" 

Aku yang sedang berjalan seketika berhenti di depan rumah itu. Melewatinya seperti ada kutub magnet yang menarikku kuat dan menahanku untuk tetap berdiri mematung seperti batu. 

Ya, semenjak 3 tahun kepergian suamiku. Aku jarang sekali, bahkan hampir tidak pernah menengok tempat ini. Tempat dimana segala impianku melambung tinggi sekejap sirna bersamaan dengan kecelakaan maut yg menimpa Leon. Setelah menikah, kami berencana untuk membeli rumah di kawasan ini, tempat aku berdiri sekarang. 
Aku sangat menyukainya, Leon tau itu. Dan ia berjanji akan segera memboyongku ke rumah impian itu begitu kita selesai berbulan madu. Entahlah, desain rumah minimalis namun tak terkesan biasa-biasa saja ini begitu membuatku terpesona. Apalagi ada pohon kelengkeng di halamannya. Leon, ini adalah makanan kesukaanmu. Lihat betapa lebat kini berbuah. Andai saja kau masih hidup, ah andai. Tapi sudahlah, mengenangmu hanya membuat aku gagal melangkah ke depan. Kau sudah tenang di alam lain Leon. Aku berharap suatu hari ada yang menebang pohon kelengkeng ini, biar tak muncul lagi gambarang kita berdua duduk santai di bawahnya. Supaya hilang ingatanku tentangmu. Supaya tenang aku melanjutkan hidup.. 

"Sashi?!" 
"Eh, iya kak, maaf. Ayo kita berangkat..."

Ketika Hujan

Ketika hujan, kenangan sejenak menyeruak. 
Banyak hal yang tak bisa kuungkapkan bercerita dalam tiap tetesnya.

Kita selalu bisa menyelami diri masing-masing tanpa mengucapsatu patah kata pun. 
Kau dalam senyummu dan aku dalam diamku.
Banyak kehangatan dalam tiap senyum yang kau berikan.  

Satu hal yang dulu tak pernah kulihat, selalu kuabaikan. 
Hujan mengguyurnya, mengikis, dan menunjukkannya padaku seperti mutiara terpendam , dan akhirnya bersinar.

Kita tak perlu banyak alasan, karena kau lah satu-satunya alasan mengapa aku ada.
Meski mendung menyelimuti, meski kau bilang tak bisa lagi menatap matahari, tapi bagiku inilah ruang untuk kita, karena semuanya hadir, ketika hujan..